Mungkin masih sering luput dari perhatian orang-orang, namun setiap tanggal 30 Maret telah lama ditetapkan sebagai Hari Film Nasional (HFN) di Indonesia.
Mengapa 30 Maret? Bagi kamu yang masih penasaran, pada 30 Maret 1950 adalah momen penting bagi sejarah perfilman Indonesia. Tanggal itu tercatat sebagai momen pengambilan gambar pertama kali oleh sutradara Usmar Ismail untuk film ‘Darah dan Doa’ (atau ‘Long March of Siliwangi’).
Nah, ‘Darah dan Doa’ sendiri dianggap sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Tak hanya itu, film ini juga menjadi pertama sebagai karya film yang disutradarai oleh orang Indonesia, serta diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, yakni Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Usmar pun tercatat sebagai pendirinya
‘Darah dan Doa’ secara singkat mengisahkan tentang seorang guru bernama Sudarto yang terseret revolusi dalam periode perpindahan TNI dari Yogyakarta ke Jawa Barat pada 1948.
Film yang turut menggunakan sentuhan drama romansa itu dinilai sukses menggambarkan ideologi bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air.
Saking otentiknya, Dewan Film Nasional menganggap ‘Darah dan Doa’ sebagai titik bangkitnya perfilman Indonesia dan menetapkan tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasional.
Mengutip situs Bekraf, penetapan Hari Film Nasional jatuh pada 1962 saat Konferensi Kerja Dewan Film Nasional dan Organisasi Perfilman.
Boleh dibilang, industri perfilman di Indonesia semakin berkembang hingga masa sekarang, di mana genre dan kisahnya semakin luas mulai dari horor, thriller, drama, komedi, dan sejarah.
Seiring munculnya para sineas muda yang bertalenta, ada sejumlah film buatan lokal pun berhasil tembus masuk ke festival film internasional seperti ‘Athirah’, ‘Turah’, ‘A Copy of My Mind’, ‘Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak’, dan ‘Pengabdi Setan’.
Semoga semakin maju perfilman Indonesia!
uzone.id
0 Komentar